Rabu, 25 Maret 2009

Tugas PTAT

PENGARUH HERBISIDA DALAM PENCEMARAN TANAH DAN AIR TANAH

NOOR ALFISYAH

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Pendahuluan

Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini herbisida, dapat menekan pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu). Pencemaran oleh herbisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu herbisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.

Peranan Herbisida Dalam Pertanian

Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini. Gulma dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Namun di sisi lain, senyawa kimia yang terkandung dalam Herbisida yang meresap ke dalam tanah ada yang tidak dapat terurai. Dan ini dapat membentuk senyawa baru yang bisa berbahaya mencemari tanah dan air.

Dampak Negatif Herbisida Dalam Lingkungan

Herbisida merupakan semua zat kimia yang digunakan untuk memberantas tumbuhan pengganggu. Sejak tahun 1960-an herbisida kimiawi telah digunakan hampir di seluruh dunia. Penggunaan herbisida sejauh ini memberikan dampak positif berupa pengendalian gulma dan peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. Namun di lain pihak, penggunaan herbisida secara terus menerus selama 30 tahun terakhir ini juga berakibat negatif bagi lingkungan. Terjadinya keracunan pada organisme nontarget, polusi sumber-sumber air dan kerusakan tanah, juga keracunan akibat residu herbisida pada produk pertanian dan akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar, merupakan contoh dampak negatif penggunaan herbisida kimiawi.

Penggunaan herbisida pada dasarnya untuk mengendalikan gulma yang tumbuh dipermukaan tanah, akan tetapi dalam aplikasinya dapat mengalami beberapa proses salah satunya teradsorpsi oleh partikel tanah. Hal ini menyebabkan herbisida tersebut tidak optimal dalam mengendalikan gulma, jika herbisida paraquat tersebut terakumulasi dalam tanah dalam jumlah yang besar dapat mencemari lingkungan. Adsorpsi herbisida di dalam tanah di pengaruhi oleh sifat tanah seperti jenis tanah, kandungan bahan organic, suhu, kelembaban, pH tanah serta macam kandungan mineral liat tanah. Keberadaan herbisida di dalam tanah dapat di deteksi dengan menggunakan metode Batch. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi herbisida paraquat yang diberikan, adsorpsi herbisida pada tanah Dystrudept, Dystrandept dan Psamment juga semakin meningkat dan adsorpsi herbisida paraquat cendrung meningkat seiring dengan menurunnya pH tanah. Aplikasi herbisida pada suatu tanah bila melebihi kemampuan adsorpsi maksimum dapat mencemari lingkungan.

Upaya Penanggulangan Pencemaran Herbisida

Pencemaran dari residu herbisida sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan, sehingga pelu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan herbisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh residu herbisida. Kebijakan global pembatasan penggunaan herbisida kimiawi yang mengarah pada pemasyarakatan teknologi bersih (clean technology) yaitu pembatasan penggunaan herbisida kimiawi untuk penanganan produk-produk pertanian. Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif herbisida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi.

· Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna

Peraturan dan cara-cara penggunaan herbisida dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif herbisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis herbisida yang digunakan. Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan herbisida akan menyebabkan pembuangan residu herbisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida(insektisida, fumisida, herbisida, dll) diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973.

· Penelitian yang Mendukung Kepada Usaha Pelestarian Lingkungan

Dengan sernakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan, maka semakin rneningkat pula tuntutan masyarakat akan proses usaha tani yang ramah lingkungan dan produk pertanian yang lebih aman. Salah satu alternatif usaha pemberantasan gulma pertanian dan perkebunan adalah menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah suatu jenis herbisida yang bahan aktifnya dapat berupa hasil metabolisme jasad renik atau jasad renik itu sendiri. Serangga yang merupakan musuh alami dari tumbuhan pengganggu dapat juga dikategorikan sebagai bioherbisida. Bioherbisida belum banyak digunakan dalam usaha pertanian maupun perkebunan, tetapi sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai prospek penggunaan bioherbisida.

Pengembangan teknik bioassay sebagai metode deteksi residu herbisida dalam tanah dan air menunjukkan bahwa untuk mendeteksi residu herbisida diuron melalui bioassay, tanaman indikator yang tepat adalah mentimun, baik menggunakan metode cawan petri, pot tanah, maupun cairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknik deteksi keberadann
herbisida dalam tanah dan air dengan cara yang sederhana, m udah, dan murah, tetapi
akurat, melalui metode bioassay menggunakan tanaman indikator. Teknik ini
diharapkan dapat digunakan untuk membantu mendeteksi tingkat residu herbisida dalam suatu lahan budidaya ataupun tingkat pencemaran herbisida dalam tanah dan air dengan cepat dan mudah. Dalam rangka mencapai tujuan di atas, pada tahun pertama target khusus yang ingin dicapai adalah membuat kurva standar yang akurat dan menentukan spesies tanaman indikator yang tepat untuk metode bioassay yang dikembangkan bagi 5 herbisida yang paling banyak dipakai di Indonesia, yaitu diuron, 2,4-D, ametrin, paraquat, dan glifosat.

DAFTAR PUSTAKA

Genowati I, dkk. 1999. Prospek Bioherbisida sebagai Alternatif Penggunaan Herbisida Kimiawi. Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian
Volume 2 Nomor 2

Muktamar Z, dkk. 2005. Adsorpsi Paraquat oleh Tanah Dystrudept, Dystrandept, Dan Psamment Pada Berbagai Ph Tanah. Jurnal Akta Agrosia Vol.8 No. 2 Hlm 80-86

Sriyani N. 2007. Pengembangan Teknik Bioassay Sebagai Metode Deteksi Residu Herbisida Dalam Tanah Dan Air. LAPTUNILAPP.

Wikipedia. 2009. Herbisida (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/Herbisida.
diakses 19 Februari 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar